Sejarah Terbentuknya Negara
Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik dan
organisasi pokok dari kekuasaan politik, selain itu negara merupakan agency (alat)
dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan
manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam
masyarakat. Manusia hidup dalam suasana kerjasama, sekaligus suasana
antagonististis dan penuh pertentangan. Negara adalah
organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah
terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan
tujuan-tujuan dari kehidupan bersama tersebut. Negara merupakan cara-cara dan
batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama
itu, baik oleh individu dan golongan atau asosiasi, maupun oleh negara sendiri.
Dengan demikian ia dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan
sosial dari penduduknya ke arah tujuan bersama. Dengan demikian, bisa dikatakan
bahwa negara mempunyai dua tugas, yakni:
1. Mengendalikan dan mengatur
gejala-gejala kekuasaan yang a-sosial, yaitu yang bertentangan satu sama lain,
supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2. Mengorganisir dan mengintegrasikan
kegiatan manusia dan golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari
masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasi-asosiasi
kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasional.
Pengandalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dangan
perantaraan pemerintah beserta segala alat-alat perlengkapannya. Kekuasaan
negara mempunyai organisasi yang paling kuat dan teratur, maka dari itu semua
golongan atau asosiasi yang memeperjuangkan kekuasaan harus dapat menempatkan
diri dalam rangka ini
Dalam mengidentifikasi terbentuknya negara dapat dilihat
dari beberapa pendekatan dan teori, yakni teori kontrak sosial, teori
ketuhanan, teori kekuatan, teori organis, teori historis, teori patriarkal dan
matriarkal, teori daluarsa dan teori idealistis.
1.
Teori Perjanjian Masyarakat (Sosial
contract)
Teori kontrak sosial atau teori perjanjian masyarakat
beranggapan bahwa negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat.
Teori ini adalah salah satu teori yang terpenting menegnai sal-usul negara.
Disamping tertua, teori ini juga relatif bersifat universal, karena teori
perjanjian masyarakat adalah teori yang termudah dicapai dan negara tidak
merupakan negara tiranik.penganut teori kontrak sosial ini mencakup para pakar
dari paham kenegaraan yang absolutis sampai ke penganut paham kenegaraan yang
terbatas. Untuk menjelaskan teori asal mula negara yang didasarkan atas kontrak
sosial ini dapat dilihat dari beberapa pakar yang mempunyai pengaruh dalam
pemikiran politik tentang negara, yakni Thomas Hobbes, John Locke dan JJ.
Rousseau.
a. Thomas Hobbes (1588 – 1679)
Hobbes mengemukakan bahwa kehidupan manusia terpisah dalam
dua zaman, yakni keadan sebelum adanya negara dan keadaan setelah ada negara.
Bagi Hobbes keadaan alamiah sama sekali tidak bukan keadaan yang aman sentosa,
adil dan makmur. Tetapi sebaliknya, keadaan alamiah itu merupakan suatu keadaan
sosial yang kacau, suatu inferno di dunia ini tanpa hukum yang dibuat
oleh manusia secara sukarela dan tanpa pemerintah, tanpa ikatan-ikatan sosial
antar individu itu.
Dalam keadaan demikian, hukum dibuat oleh mereka yang
fisiknya terkuat sebagaimana keadaan di hutan belantara. Mausia seakan-akan
merupakan binatang dan menjadi mangsa dari manusia yang fisik yang lebih kuat
darinya. Keadaan ini dilukiskan dalam peribahasa latin homo homini lupus. Manusia
saling bermusuhan dan saling berperang satu sama lain, dan perang tersebut
bukan dalam bentuk perang yang terorganisir, tetapi perang dalam arti keadaan
bermusuhan yang terus menerus antara individu dengan individu lainnya.
Keadaan tersebut tidak dapat dibiarkan berlangsung terus,
manusia dengan akalnya mengerti dan menyadari bahwa demi kelanjutan hidup
mereka sendiri, keadaan alamiah tersebut harus diakhiri. Hal ini dilakukan
dengan mengadakan perjanjian bersama individu-individu yang tadinya hidup dalam
keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan hak-hak kodrat yang dimilikinya
kepada seseorang atau sebuah badan. Dan selanjutnya dengan adanya perjanjian
tersebut maka terbentuklah negara yang dianggap dapat mengakhiri anarkhi yang
menimpa individu dalam keadaan alamiah itu.
Bagi Hobbes, perjanjian tersebut terjadi antar individu,
bukan antara individu dengan negara. Maka menurut Hobbes, yang terkait
sepenuhnya terhadap perjanjian tersebut adalah individu-individu tersebut.
Negara sendiri bebas karena tidak terikat oleh perjanjian, ia berada diatas
individu. Negara bebas melakukan apapun yang dikehendakinya terlepas sesuai
atau tidak dengan dengan kehendak individu. Negara versi Hobbes ini juga tidak
memiliki tangung jawab apa pun terhadap rakyat.
b. John Locke
Dalam konsep tentang keadaan alamiah (state of nature),
Locke dan Hobbes memiliki perbedaan,. Hobbes melihat keadaan alamiah sebagai
suatu keadaan anarkhi, sementara Locke melihat keadaan itu sebagai suatu
keadaan of peace, goodwill, mutual assistance and preservation.
Sekalipun keadaan itu suatu keadaan ideal, namun Locke juga merasakan bahwa
keadaan itu potensial dapat menimbulkan anarkhi, karena manusia hidup tanpa
organisasi dan pimpinan yang dapat mengatur kehidupan mereka dalam keadaaan
alamiah setiap individu sederajat baik mengenai kekuasaan maupun hak-hak
lainnya, sehingga penyelenggaraan kekuasaan dan yurisdiksi dilakukan oleh
individu individu sendiri-sendiri, dengan demikian dalam dirinya sendiri mengan
dung potensi untuk menimbulkan kegaduhan dan kekacauan. Oleh karena itu manusia
membentuk negara dengan suatu perjanjian bersama.
Menurut Locke, dasar kontraktual dari negara sebagai
peringatan bahwa kekuasaan negara tidak pernah mutlak, melainkan terbatas,
sebab dalam mengadakan perjanjian dengan seorang atau sekelompok orang,
individu-individu tidak menyerahkan hak-hak alamiahnya kepada mereka, karena
ada hak-hak alamiah yang merupakan hak hak-hak asasi tidak dapat dilepaskan.
Berbeda dengan Hobbes, menurut Locke karena kekuasaan negara
terbentuk dari concent rakyat dan produk perjanjian sosial warga negara,
maka kekuasaan itu itdak bebas dan otonom berhadapan dengan aspirasi dan
kehendak rakyat. Hubungan antara penguasa poltik dengan rakyat yang diperintah
diumpamakan seseorang yang memberikan kepercayaan kepada orang lain untuk
mengatur dirinya. Maka hak bertindak dan mengatur yang dimiliki negara bisa
ditolelir dan dibenarkan sejauh tidak mengganggu hak-hak sipil dan politik rakyat.
c. Jean Jacques Rousseau.
Rousseau memisahkan suasana kehidupan manusia dalam dua
zaman, yakni zaman pra-negara dan zaman bernegara. Keadaan alamiah itu
diumpakan sebagai keadaan sebelum manusia melakukan dosa, suatu keadaan
yang aman dan bahagia. Karena keadaan alamiah itu tidak dapat dipertahankan
seterusnya, maka manusia dengan penuh kesadaran mengakhiri keadaan itu dengan
dengan suatu kontrak sosial, dengan adanya kontrak sosial tersebut kemudian
terjadi peralihan dari keadaan alamiah ke keadaan bernegara.
Negara atau “badan korporatif kolektif” dibentuk untuk
menyatakan “kemauan umum” (general will) dan kemauan umum tidak berarti
kemauan seluruh rakyat, adakalanya perbedaan-perbedaan antara kemauan umum dan
kemauan seluruh rakyat (will of all). Kemauan umum selalu benar dan
ditujukan pada kebahagiaan bersama, sedangkan kemauan seluruh rakyat juga
memperhatikan kepentingan individual (particular interest).
Dengan konstruksi perjanjian masyarakat tersebut, Rousseau
menghasilkan bentuk negara yang kedaulatanya berada dalam tangan rakyat atau
jenis negara yang demokratis melalui kemauan umumnya.
2.
Teori Ketuhanan
Teori ketuhanan ini dikenal juga dengan doktrin teokratis
dalam teori asal mula negara. Teori ini pun bersifat universal dan ditemukan baik
si dunia Timur maupun di dunia Barat, baik di dalam teori maupun di dalam
praktik. Doktrin ketuhanan ini memperoleh bentuknya yang sempurna dalam
tulisan-tulisan para sarjana Eropa pada abad pertengahan yang menggunakan teori
itu untuk mengemukakan hak-hak raja yang berasal dari Tuhan untuk memerintah
dan bertahta sebagai raja (devine rights of kings) doktrin ketuhanan
lahir sebagai resultante kontroversial dari kekuasaan politik dalam abad
pertengahan. Kaum “monarchomach” (penentang raja) berpendapat bahwa
raja yang berkuasa secara tiranik dapat diturunkan dari mahkotanya, bahkan
dapat dibunuh. Mereka beranggapan bahwa sumber kekuasaan adalah rakyat,
sedangkan raja-raja pada waktu itu beranggapan bahwa kekuasaan mereka diperoleh
dari Tuhan.
Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin negara
ditunjuk oleh Tuhan. Raja dan pemimpin-pemimpin negara hanya bertanggung jawa
pada Tuhan dan tidak pada siapa pun. Teori teokratis seperti ini memang sudah
amat tua dan didasarkan atas sabda Paulus yang terdapat dalam Rum XIII ayat 1
dan 2.
Thomas
Aquinas mengikuti ajaran Paulus yang menganggap Tuhan sebagai principum
dari semua kekuasaan, tetapi memasukan unsur-unsur sekuler dalam ajaranya itu,
yaitu bahwa sekalipun Tuhan memberikan princium itu kepada penguasa, namun
rakyat menentukan modus atau bentuknya yang tetap dan bahwa rakyat pula yang
memberikan kepada seseorang atau segolongan orang exercitum dari pada
kekuasaan itu. Karenanya, teori Thomas Aquinas ini bersifat monarcho-demokratis
yaitu bahwa di dalam ajaran itu tedapat unsur-unsur yang monarchistis di
samping unsur-unsur yang demokratis.
Jika doktrin ketuhanaan itu pada abad pertengahan masih
bersifat monarcho –demokratis dalam abad-abad ke-16 dan ke-17 doktrin
itu bersifat monarchistis semata.dengan doktrin semacam itu diusahakan agar
kekuasaan raja mendapatkan sifatnya yang suci, sehingga pelanggaran terhadap
kekuasaan raja merupakan pelanggaran terhadap Tuhan. Raja dianggap sebagai
wakil Tuhan, bayangan Tuhan dan letnan Tuhan di dunia atau dikenal dengan
istilah “La Roi e` est l `image de Dieu”.
3.
Teori kekuatan
Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa negara
yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap kelompok
yang lemah. Negara berbentuk dengan penaklukan dan pendudukan. Dengan
penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok etnis yang lebih kuat atas
kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan negara. Negara
merupakan resultante positif dari sengketa dan penaklukan. Dalam Teori
kekuatan, faktor kekuatanlah yang dianggap sebagai faktor tunggal yang
menimbulkan negara. Negara dilahirkan karena pertarungan kekuatan dan yang
keluar sebagai pemenang adalah pembentuk negara itu. Dalam teori ini pula
kekuatan membuat hukum (might makes right). Kekuatan adalah pembenaranya
dan raison d`etre-nya adalah negara.
Doktrin kekuatan merupakan hasil analisa anthropo-sosiologis
dari pertumbuhan suku-suku bangsa dimasa lampau, terutama suku-suku bangsa yang
bertentangga terus-menerus berada dalam keadaan permusuhan dan pertikaian.
Semula kelompok etnis yang ditaklukan itu juga dimusnahkan, tetapi lambat laun
penakluk mempertahankan kelompok yang ditaklukan itu dan itulah menandakan saat
lahirnya negara.
4.
Teori organis
Konsepsi organis tentang hakikat dan asal mula negara adalah
suatu konsep biologis yang melukiskan negara dengan istilah-istilah ilmu alam.
Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau binatang.
Individu yang merupakan komponen-komponen negara dianggap sebagai sel-sel dari
makhluk hidup tersbut. Kehidupan korporal dari negara dapat disamakan sebagai
tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar)
sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk hidup itu. Fisiologi
negara sama dengan fisiologi makhluk hidup, terutama dalam konteks kelahiran,
pertumbuhan, perkembangan dan kematiannya. Doktrin organis dari segi isinya
dapat digolongkan ke dalam teori-teori organisme moral, organisme psikis,
organisme biologis dan organisme sosial.
Negara sebagai suatu organisme moral bersifat
metafisis-idealistis dan dikemukakan terutama oleh tokoh-tokoh idealis Jerman
seperti Fichte, Scheling dan Hegel. Paham organisme moral dari Fichte merupakan
fase peralihan antara ajaran kontrak sosial yang mekanistik ke konsepsi organis
itu. Fitche melihat negara sebagai suatu “naturproduksi” atau suatu kesatuan
organis yang meliputi semua warga negara sebagai bagian esensial dari kesatuan
organis itu. Negara tidak dibuat oleh manusia, tetapi ia merupakan suatu
pribadi moral yang merupakan akibat dari pada kodrat manusia sebagai makhluk
moral. Penyempurnaan manusia sebagai organisme moral dapat ditemukan dalam
tulisan Hegel, yang menganggap negara sebagai penjelmaan ekstern dari semangat
moral individu. Negara dipandangnya sebagai organisme dengan kepribadian yang
termuia.
Negara sebagai organisme psikis adalah dalam bentuk
peralihan dari teori-teori organisme moral yang bersifat metafisis-idealistis
ke teori organisme yang bersifat bio-psikologis. Teori organisme psikis
ditandai oleh tinjauan-tinjauannya yang menitikberatkan pada segi psikologis negara.
Negara dilukiskan sebagai makhluk hidup yang memiliki atribut-atribut
kepribadian rohani sebagai manusia (human mental personality).
Pertumbuhan dan perkembangan negara dapat dipersamakan dengan perkembangan
intelektual dari individu.
Konsep organisme biologis timbul sebagai salah satu
manifestasi dari pertumbuhan ilmu-ilmu biologi yang muncul pada abad ke-19.
Negara diselidiki dengan menggunakan metode-metode dan
penggolongan-penggolongan ilmu biologi itu, karena antara negara dan makhluk
hidup terdapat persamaan-persamaan dalam anatomi, fisiologi dan patologinya.
Jadi asla mula, perkembangan, struktur dan aktifitas negara diselidiki
berdasarkan pada kelahiran, struktur dan fungsi-fungsi organisme biologis.
Negara sebagai oranisme sosial. Jika doktrin organisme
biologis mendapatkan sokongan dari pertumbuhan ilmu-ilmu biologi, doktrin
negara sebagai organisme sosial lahir sejalan dengan timbulnya ilmu baru
tentang masyarakat, yaitu sosiologi. Ajaran negara sebagai organisme sosial
terkait erat hubungannya dengan ajaran organis dari masyarakat dan
persekutuan-persekutuan lainnya. Masyarakat dipandang sebagai suatu keseluruhan
yang bersifat organis. Negara sebagai slaah satu bentuk perkelompokan
sosialjuga bersifat organis.
5.
Teori historis.
Teori historis atau teori evolusionistis (gradualistic
theory) merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga-lembaga sosial tidak
dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
manusia. Sebagai lembaga sosial yang diperuntukan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan
manusia, maka lembaga-lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu dan
tuntutan-tuntutan zaman.
Teori historis diperkuat dan telah dibenarkan oleh
penyelidikan historis dan etnologis-antropologis dari lembaga-lembaga sosial
bangsa-bangsa primitif di benua Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Perlu
ditambahkan bahwa pada saat ini, teori historislah yang umum diterima oleh
sarjana-sarjana ilmu politik sebagai teori yang paling mendekati kebenaran
tentang asal mula negara.
Sekalipun teori historis pada umumnya mencapai persesuaian
paham mengenai pertumbuhan evolusionistis dari negara, namun dalam beberapa hal
masih juga terdapat perbedaan pendapat, misalnya, apakah yang mendahului negara
itu keluarga dan suku yang didasarkan atas sistem keibuan? Serta bagaimanakah
peranan faktor-faktor kekeluargaan, agama, dan lain-lain dalam pembentukan
negara? Dalam konteks seperti ini teori historis menemukan kesesuaian belum
paham.
6.
Teori Patriarkal dan Matriarkal
Menurut teori ini, keluarga sebagai kelompok patriarkal
adalah kesatuan sosial yang paling utama dalam masyarakat primitif dan ayahlah
yang berkuasa dalam keluarga tersebut serta garis keturunan ditarik dari pihak
ayah. Kemudian keluarga tersebut berkembang biak dan terjadilah beberapa keluarga
yang seluruhnya dipimpin oleh kepala (ayah) keluarga induk. Lambat laun
keluarga-keluarga tersebut kemudian membentuk kesatuan etnis yang besar dan
terjadilah suku patriarkal. Sedangkan matriarkal adalah apabila berlangsung
pada kelompok suku yang menarik garis keturunannya dari pihak ibu.
7.
Teori Daluarsa
Teori daluarsa adalah teori yang menganggap bahwa negara
dikuasai oleh raja karena faktor kebiasaan. Raja beserta organisasinya (negara
kerajaan) timbul karena adanya milik yang sudah lama dan kemudian melahirkan
hak milik, jadi raja bertahta karena hak milik itu yang didasarkan atas hukum
kebiasaan (Baik diterima maupun ditolak oleh rakyat).
8.
Teori Alamiah
Menurut teori ini negara merupakan ciptaan alam. Teori ini
pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon
politicon (Makhluk politik), dan dengan kodrat manusia tersebut maka
kemudian manusia ditakdirkan untuk hidup bernegara.
9.
Teori Idealistis
Teori ini bersifat filosofis, karena merupakan
renungan-renungan tentang negara dan memikirkan bagaimana negara itu seharusnya
ada. Negara sebagai kesatuan yang mistis, yang bersifat supranatural, namun
memiliki hakekat sendiri yang terlepas dari bebagai komponen.