Kamis, 30 Mei 2013

Sejarah Terbentuknya Negara

Sejarah Terbentuknya Negara
Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik dan organisasi pokok dari kekuasaan politik, selain itu negara merupakan agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam suasana kerjasama, sekaligus suasana antagonististis dan penuh pertentangan. Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama tersebut. Negara merupakan cara-cara dan batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu dan golongan atau asosiasi, maupun oleh negara sendiri. Dengan demikian ia dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dari penduduknya ke arah tujuan bersama. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa negara mempunyai dua tugas, yakni:
1.    Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang a-sosial, yaitu yang bertentangan satu sama lain, supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2.    Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasional.
Pengandalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dangan perantaraan pemerintah beserta segala alat-alat perlengkapannya. Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang paling kuat dan teratur, maka dari itu semua golongan atau asosiasi yang memeperjuangkan kekuasaan harus dapat menempatkan diri dalam rangka ini
Dalam mengidentifikasi terbentuknya negara dapat dilihat dari beberapa pendekatan dan teori, yakni teori kontrak sosial, teori ketuhanan, teori kekuatan, teori organis, teori historis, teori patriarkal dan matriarkal, teori daluarsa dan teori idealistis.
1.      Teori Perjanjian Masyarakat (Sosial contract)
Teori kontrak sosial atau teori perjanjian masyarakat beranggapan bahwa negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat. Teori ini adalah salah satu teori yang terpenting menegnai sal-usul negara. Disamping tertua, teori ini juga relatif bersifat universal, karena teori perjanjian masyarakat adalah teori yang termudah dicapai dan negara tidak merupakan negara tiranik.penganut teori kontrak sosial ini mencakup para pakar dari paham kenegaraan yang absolutis sampai ke penganut paham kenegaraan yang terbatas. Untuk menjelaskan teori asal mula negara yang didasarkan atas kontrak sosial ini dapat dilihat dari beberapa pakar yang mempunyai pengaruh dalam pemikiran politik tentang negara, yakni Thomas Hobbes, John Locke dan JJ. Rousseau.
a.    Thomas Hobbes (1588 – 1679)
Hobbes mengemukakan bahwa kehidupan manusia terpisah dalam dua zaman, yakni keadan sebelum adanya negara dan keadaan setelah ada negara. Bagi Hobbes keadaan alamiah sama sekali tidak bukan keadaan yang aman sentosa, adil dan makmur. Tetapi sebaliknya, keadaan alamiah itu merupakan suatu keadaan sosial yang kacau, suatu inferno di dunia ini tanpa hukum yang dibuat oleh manusia secara sukarela dan tanpa pemerintah, tanpa ikatan-ikatan sosial antar individu itu.
Dalam keadaan demikian, hukum dibuat oleh mereka yang fisiknya terkuat sebagaimana keadaan di hutan belantara. Mausia seakan-akan merupakan binatang dan menjadi mangsa dari manusia yang fisik yang lebih kuat darinya. Keadaan ini dilukiskan dalam peribahasa latin homo homini lupus. Manusia saling bermusuhan dan saling berperang satu sama lain, dan perang tersebut bukan dalam bentuk perang yang terorganisir, tetapi perang dalam arti keadaan bermusuhan yang terus menerus antara individu dengan individu lainnya.
Keadaan tersebut tidak dapat dibiarkan berlangsung terus, manusia dengan akalnya mengerti dan menyadari bahwa demi kelanjutan hidup mereka sendiri, keadaan alamiah tersebut harus diakhiri. Hal ini dilakukan dengan mengadakan perjanjian bersama individu-individu yang tadinya hidup dalam keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau sebuah badan. Dan selanjutnya dengan adanya perjanjian tersebut maka terbentuklah negara yang dianggap dapat mengakhiri anarkhi yang menimpa individu dalam keadaan alamiah itu.
Bagi Hobbes, perjanjian tersebut terjadi antar individu, bukan antara individu dengan negara. Maka menurut Hobbes, yang terkait sepenuhnya terhadap perjanjian tersebut adalah individu-individu tersebut. Negara sendiri bebas karena tidak terikat oleh perjanjian, ia berada diatas individu. Negara bebas melakukan apapun yang dikehendakinya terlepas sesuai atau tidak dengan dengan kehendak individu. Negara versi Hobbes ini juga tidak memiliki tangung jawab apa pun terhadap rakyat.
b.    John Locke
Dalam konsep tentang keadaan alamiah (state of nature), Locke dan Hobbes memiliki perbedaan,. Hobbes melihat keadaan alamiah sebagai suatu keadaan anarkhi, sementara Locke melihat keadaan itu sebagai suatu keadaan of peace, goodwill, mutual assistance and preservation. Sekalipun keadaan itu suatu keadaan ideal, namun Locke juga merasakan bahwa keadaan itu potensial dapat menimbulkan anarkhi, karena manusia hidup tanpa organisasi dan pimpinan yang dapat mengatur kehidupan mereka dalam keadaaan alamiah setiap individu sederajat baik mengenai kekuasaan maupun hak-hak lainnya, sehingga penyelenggaraan kekuasaan dan yurisdiksi dilakukan oleh individu individu sendiri-sendiri, dengan demikian dalam dirinya sendiri mengan dung potensi untuk menimbulkan kegaduhan dan kekacauan. Oleh karena itu manusia membentuk negara dengan suatu perjanjian bersama.
Menurut Locke, dasar kontraktual dari negara sebagai peringatan bahwa kekuasaan negara tidak pernah mutlak, melainkan terbatas, sebab dalam mengadakan perjanjian dengan seorang atau sekelompok orang, individu-individu tidak menyerahkan hak-hak alamiahnya kepada mereka, karena ada hak-hak alamiah yang merupakan hak hak-hak asasi tidak dapat dilepaskan.
Berbeda dengan Hobbes, menurut Locke karena kekuasaan negara terbentuk dari concent rakyat dan produk perjanjian sosial warga negara, maka kekuasaan itu itdak bebas dan otonom berhadapan dengan aspirasi dan kehendak rakyat. Hubungan antara penguasa poltik dengan rakyat yang diperintah diumpamakan seseorang yang memberikan kepercayaan kepada orang lain untuk mengatur dirinya. Maka hak bertindak dan mengatur yang dimiliki negara bisa ditolelir dan dibenarkan sejauh tidak mengganggu hak-hak sipil dan politik rakyat.
c.    Jean Jacques Rousseau.
Rousseau memisahkan suasana kehidupan manusia dalam dua zaman, yakni zaman pra-negara dan zaman bernegara. Keadaan alamiah itu diumpakan sebagai keadaan sebelum manusia  melakukan dosa, suatu keadaan yang aman dan bahagia. Karena keadaan alamiah itu tidak dapat dipertahankan seterusnya, maka manusia dengan penuh kesadaran mengakhiri keadaan itu dengan dengan suatu kontrak sosial, dengan adanya kontrak sosial tersebut kemudian terjadi peralihan dari keadaan alamiah ke keadaan bernegara.
Negara atau “badan korporatif kolektif” dibentuk untuk menyatakan “kemauan umum” (general will) dan kemauan umum tidak berarti kemauan seluruh rakyat, adakalanya perbedaan-perbedaan antara kemauan umum dan kemauan seluruh rakyat (will of all). Kemauan umum selalu benar dan ditujukan pada kebahagiaan bersama, sedangkan kemauan seluruh rakyat juga memperhatikan kepentingan individual (particular interest).
Dengan konstruksi perjanjian masyarakat tersebut, Rousseau menghasilkan bentuk negara yang kedaulatanya berada dalam tangan rakyat atau jenis negara yang demokratis melalui kemauan umumnya.
2.      Teori Ketuhanan
Teori ketuhanan ini dikenal juga dengan doktrin teokratis dalam teori asal mula negara. Teori ini pun bersifat universal dan ditemukan baik si dunia Timur maupun di dunia Barat, baik di dalam teori maupun di dalam praktik. Doktrin ketuhanan ini memperoleh bentuknya yang sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa pada abad pertengahan yang menggunakan teori itu untuk mengemukakan hak-hak raja yang berasal dari Tuhan untuk memerintah dan bertahta sebagai raja (devine rights of kings) doktrin ketuhanan lahir sebagai resultante kontroversial dari kekuasaan politik dalam abad pertengahan. Kaum “monarchomach”  (penentang raja) berpendapat bahwa raja yang berkuasa secara tiranik dapat diturunkan dari mahkotanya, bahkan dapat dibunuh. Mereka beranggapan bahwa sumber kekuasaan adalah rakyat, sedangkan raja-raja pada waktu itu beranggapan bahwa kekuasaan mereka diperoleh dari Tuhan.
Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin negara ditunjuk oleh Tuhan. Raja dan pemimpin-pemimpin negara hanya bertanggung jawa pada Tuhan dan tidak pada siapa pun. Teori teokratis seperti ini memang sudah amat tua dan didasarkan atas sabda Paulus yang terdapat dalam Rum XIII ayat 1 dan 2.
Thomas Aquinas mengikuti ajaran Paulus yang menganggap Tuhan sebagai principum dari semua kekuasaan, tetapi memasukan unsur-unsur sekuler dalam ajaranya itu, yaitu bahwa sekalipun Tuhan memberikan princium itu kepada penguasa, namun rakyat menentukan modus atau bentuknya yang tetap dan bahwa rakyat pula yang memberikan kepada seseorang atau segolongan orang exercitum dari pada kekuasaan itu. Karenanya, teori Thomas Aquinas ini bersifat monarcho-demokratis yaitu bahwa di dalam ajaran itu tedapat unsur-unsur yang monarchistis di samping unsur-unsur yang demokratis.
Jika doktrin ketuhanaan itu pada abad pertengahan masih bersifat monarcho –demokratis dalam abad-abad ke-16 dan ke-17 doktrin itu bersifat monarchistis semata.dengan doktrin semacam itu diusahakan agar kekuasaan raja mendapatkan sifatnya yang suci, sehingga pelanggaran terhadap kekuasaan raja merupakan pelanggaran terhadap Tuhan. Raja dianggap sebagai wakil Tuhan, bayangan Tuhan dan letnan Tuhan di dunia atau dikenal dengan istilah “La Roi e` est l `image de Dieu”.
3.      Teori kekuatan
Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa negara yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. Negara berbentuk dengan penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan negara. Negara merupakan resultante positif dari sengketa dan penaklukan. Dalam Teori kekuatan, faktor kekuatanlah yang dianggap sebagai faktor tunggal yang menimbulkan negara. Negara dilahirkan karena pertarungan kekuatan dan yang keluar sebagai pemenang adalah pembentuk negara itu. Dalam teori ini pula kekuatan membuat hukum (might makes right). Kekuatan adalah pembenaranya dan raison d`etre-nya adalah negara.
Doktrin kekuatan merupakan hasil analisa anthropo-sosiologis dari pertumbuhan suku-suku bangsa dimasa lampau, terutama suku-suku bangsa yang bertentangga terus-menerus berada dalam keadaan permusuhan dan pertikaian. Semula kelompok etnis yang ditaklukan itu juga dimusnahkan, tetapi lambat laun penakluk mempertahankan kelompok yang ditaklukan itu dan itulah menandakan saat lahirnya negara.
4.      Teori organis
Konsepsi organis tentang hakikat dan asal mula negara adalah suatu konsep biologis yang melukiskan negara dengan istilah-istilah ilmu alam. Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau binatang. Individu yang merupakan komponen-komponen negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup tersbut. Kehidupan korporal dari negara dapat disamakan sebagai tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar) sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk hidup itu. Fisiologi negara sama dengan fisiologi makhluk hidup, terutama dalam konteks kelahiran, pertumbuhan, perkembangan dan kematiannya. Doktrin organis dari segi isinya dapat digolongkan ke dalam teori-teori organisme moral, organisme psikis, organisme biologis dan organisme sosial.
Negara sebagai suatu organisme moral bersifat metafisis-idealistis dan dikemukakan terutama oleh tokoh-tokoh idealis Jerman seperti Fichte, Scheling dan Hegel. Paham organisme moral dari Fichte merupakan fase peralihan antara ajaran kontrak sosial yang mekanistik ke konsepsi organis itu. Fitche melihat negara sebagai suatu “naturproduksi” atau suatu kesatuan organis yang meliputi semua warga negara sebagai bagian esensial dari kesatuan organis itu. Negara tidak dibuat oleh manusia, tetapi ia merupakan suatu pribadi moral yang merupakan akibat dari pada kodrat manusia sebagai makhluk moral. Penyempurnaan manusia sebagai organisme moral dapat ditemukan dalam tulisan Hegel, yang menganggap negara sebagai penjelmaan ekstern dari semangat moral individu. Negara dipandangnya sebagai organisme dengan kepribadian yang termuia.
Negara sebagai organisme psikis adalah dalam bentuk peralihan dari teori-teori organisme moral yang bersifat metafisis-idealistis ke teori organisme yang bersifat bio-psikologis. Teori organisme psikis ditandai oleh tinjauan-tinjauannya yang menitikberatkan pada segi psikologis negara. Negara dilukiskan sebagai makhluk hidup yang memiliki atribut-atribut kepribadian rohani sebagai manusia (human mental personality). Pertumbuhan dan perkembangan negara dapat dipersamakan dengan perkembangan intelektual dari individu.
Konsep organisme biologis timbul sebagai salah satu manifestasi dari pertumbuhan ilmu-ilmu biologi yang muncul pada abad ke-19. Negara diselidiki dengan menggunakan metode-metode dan penggolongan-penggolongan ilmu biologi itu, karena antara negara dan makhluk hidup terdapat persamaan-persamaan dalam anatomi, fisiologi dan patologinya. Jadi asla mula, perkembangan, struktur dan aktifitas negara diselidiki berdasarkan pada kelahiran, struktur dan fungsi-fungsi organisme biologis.
Negara sebagai oranisme sosial. Jika doktrin organisme biologis mendapatkan sokongan dari pertumbuhan ilmu-ilmu biologi, doktrin negara sebagai organisme sosial lahir sejalan dengan timbulnya ilmu baru tentang masyarakat, yaitu sosiologi. Ajaran negara sebagai organisme sosial terkait erat hubungannya dengan ajaran organis dari masyarakat dan persekutuan-persekutuan lainnya. Masyarakat dipandang sebagai suatu keseluruhan yang bersifat organis. Negara sebagai slaah satu bentuk perkelompokan sosialjuga bersifat organis.
5.      Teori historis.
Teori historis atau teori evolusionistis (gradualistic theory) merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia. Sebagai lembaga sosial yang diperuntukan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, maka lembaga-lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu dan tuntutan-tuntutan zaman.
Teori historis diperkuat dan telah dibenarkan oleh penyelidikan historis dan etnologis-antropologis dari lembaga-lembaga sosial bangsa-bangsa primitif di benua Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Perlu ditambahkan bahwa pada saat ini, teori historislah yang umum diterima oleh sarjana-sarjana ilmu politik sebagai teori yang paling mendekati kebenaran tentang asal mula negara.
Sekalipun teori historis pada umumnya mencapai persesuaian paham mengenai pertumbuhan evolusionistis dari negara, namun dalam beberapa hal masih juga terdapat perbedaan pendapat, misalnya, apakah yang mendahului negara itu keluarga dan suku yang didasarkan atas sistem keibuan? Serta bagaimanakah peranan faktor-faktor kekeluargaan, agama, dan lain-lain dalam pembentukan negara? Dalam konteks seperti ini teori historis menemukan kesesuaian belum paham.
6.      Teori Patriarkal dan Matriarkal
Menurut teori ini, keluarga sebagai kelompok patriarkal adalah kesatuan sosial yang paling utama dalam masyarakat primitif dan ayahlah yang berkuasa dalam keluarga tersebut serta garis keturunan ditarik dari pihak ayah. Kemudian keluarga tersebut berkembang biak dan terjadilah beberapa keluarga yang seluruhnya dipimpin oleh kepala (ayah) keluarga induk. Lambat laun keluarga-keluarga tersebut kemudian membentuk kesatuan etnis yang besar dan terjadilah suku patriarkal. Sedangkan matriarkal adalah apabila berlangsung pada kelompok suku yang menarik garis keturunannya dari pihak ibu.
7.      Teori Daluarsa
Teori daluarsa adalah teori yang menganggap bahwa negara dikuasai oleh raja karena faktor kebiasaan. Raja beserta organisasinya (negara kerajaan) timbul karena adanya milik yang sudah lama dan kemudian melahirkan hak milik, jadi raja bertahta karena hak milik itu yang didasarkan atas hukum kebiasaan (Baik diterima maupun ditolak oleh rakyat).
8.      Teori Alamiah
Menurut teori ini negara merupakan ciptaan alam. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon (Makhluk politik), dan dengan kodrat manusia tersebut maka kemudian manusia ditakdirkan untuk hidup bernegara.
9.      Teori Idealistis
Teori ini bersifat filosofis, karena merupakan renungan-renungan tentang negara dan memikirkan bagaimana negara itu seharusnya ada. Negara sebagai kesatuan yang mistis, yang bersifat supranatural, namun memiliki hakekat sendiri yang terlepas dari bebagai komponen.